Online

Aksi Penolakan Terhadap Perpres No 51/2014

August 28, 2020
bali-home-immo-aksi-penolakan-terhadap-perpres-no-51-2014

Di tengah ketegangan dan pemberitaan media seputar Pilpres mendatang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini mengesahkan Perpres No 51/2014 yang bisa menjadi dasar hukum program reklamasi Teluk Benoa.

Hanya untuk menyegarkan ingatan Anda, rencana ini mengusulkan perubahan lanskap besar-besaran di kawasan Teluk Benoa dengan menggunakan penimbunan lahan (sejumlah megaton tanah yang akan dibuang ke sana), menciptakan tidak kurang dari +/- 800 hektar medan baru. Rencana reklamasi tersebut mendapat banyak tentangan sejak konsepsi, terutama dari para penggiat lingkungan, khawatir akan terjadinya bencana ekologi hingga habitat alami kawasan yang mungkin ditimbulkannya.

Rencana tersebut tidak hanya mencampurkan masalah lingkungan dan nilai-nilai tri hita karana tetapi juga ekonomi dan politik, dengan sangat cepat. Apa yang membuat rencana tersebut lebih kontroversial daripada terletak pada kepentingan yang tampaknya mendorong rencana ini untuk dibuka sejak awal.

Investor, terutama PT. Tirta Wahana Bali International dipandang dengan curiga oleh orang-orang yang memiliki kesadaran lingkungan sekecil apa pun.

Yang bikin ribet, rencana reklamasi ini dimulai sebagai solusi bagi masyarakat yang tinggal di teluk. Mereka prihatin dengan kondisi Pulau Pudut, pulau kecil di lepas teluk yang tidak hanya berfungsi sebagai pemecah tsunami, tetapi juga sebagai tempat pembangunan puskesmas, sekolah, dan pusat konversi penyu. Pulau kecil ini terkoyak sepotong demi sepotong dengan abrasi yang parah setiap tahun.

Alih-alih mengambil tindakan sendiri, Pemerintah Daerah Bali (Pemprov Bali) menunjuk perusahaan swasta untuk mengatasi masalah ini. Datang PT. Tirta Wahana Bali Internasional. Solusi yang mereka tawarkan itulah yang kita kenal sekarang sebagai rencana reklamasi.

Salah satu masalah besar dari rencana yang tampak sempurna ini adalah ilegal menurut undang-undang, dalam hal ini Perpres No 45/2011, yang dengan jelas menyebutkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi laut yang menuntut adanya zona larangan membangun yang ketat.

Penentang rencana reklamasi tersebut menduga investor memiliki agenda tersembunyi selain menawarkan solusi terkait Pulau Pudut. Delapan ratus hektar lahan baru adalah real estat yang sangat besar. Kalaupun ada, itu menciptakan peluang bisnis yang menjanjikan.

Perubahan terakhir datang ketika Gubernur Bali, Bapak Made Mangku mengeluarkan pengesahan resmi untuk rencana tersebut, mengklaim bahwa hal itu didasarkan pada studi terbaru dari tim peneliti ekologi Universitas Udayana.

Pada saat itu, semua akan terlepas. Para investor membuat rencana yang sangat cerdas untuk memulai, dengan mengundang Christiano Ronaldo, sosok yang pernah populer di Indonesia, untuk bertindak sebagai duta konservasi mangrove. Konservasi semacam itu hanya mungkin dilakukan jika reklamasi dilakukan. Tak kalah kreatif, mereka tak lain berhasil mengajak Presiden SBY sendiri untuk menandatangani "Petisi Selamatkan Mangrove" dan berpose di depan kamera bersama Ronaldo di kesempatan yang sama.

Tampak jelas bahwa pihak yang menentang rencana tersebut berada di pihak yang merugi saat SBY mengeluarkan SKB pekan lalu. Keputusan tersebut mengurangi kawasan konservasi menjadi sepertiga dari luas semula, menggantinya dengan kawasan pariwisata dan zona ekonomi, sehingga membuka jalan bagi rencana reklamasi.

Dipelopori oleh aktivis lingkungan Wayan “Gendo” Suardana dan organisasi ForBali-nya, Greenpeace dan LSM lainnya, serta didukung oleh tokoh-tokoh Bali, seperti Jerinx dari band punk rock Bali Superman Is Dead, mereka yang menentang rencana tersebut berbaris memanggil SBY untuk membatalkan keputusan tersebut .

Perpres No 51/2014 dianggap sebagai pukulan bodoh oleh banyak orang. Itu dibuat di akhir pemerintahan SBY, dengan langkah yang agak licik sementara orang-orang terganggu oleh pertempuran antara Prabowo dan Jokowi untuk kursi presiden dan acara Piala Dunia yang sedang berlangsung. Awal bulan ini (Juni 2014), SBY juga baru saja memperpanjang kontrak konsesi Freeport di Papua hingga 2041.

Mengenai program reklamasi Teluk Benoa, dan Perpres No 51/2014 yang bermasalah, kita masih perlu melihat ke mana semua itu mengarah. Tidak ada yang mau bencana ekologis berpotensi disebabkan oleh rekayasa medan sebesar ini. Di sisi lain, rejeki nomplok ekonomi yang bisa dihasilkan untuk menggerakkan perekonomian Bali ke depan juga menjanjikan. Solusi menang-menang, meskipun tidak mungkin tercapai, sepadan dengan perjuangan. Akhirnya, kesempatan ini harus diperlakukan tidak hanya sebagai penyebab melawan sesuatu, tetapi sebagai seruan untuk mempersenjatai Bali yang lebih baik.

 

Share This Article

Aksi Penolakan Terhadap Perpres No 51/2014

Table of Content